Blog tempat berbagi informasi seputar dunia islam

Rabu, 12 April 2017

PERJALANAN TERAKHIR SANG IBU



 (By Deassy M Destiani)

Siang ini saya membawa mobilku menuju suatu tempat tinggal bercat hijau. Kubunyikan klakson sebagai sinyal kalau taksi yang dipesan sudah siap di depan tempat tinggalnya. Saya menanti sebagian menit. Tetapi ga ada sinyal tanda seorang bakal keluar dari tempat tinggal itu. Tadinya saya ingin membunyikan klason lagi namun perasaanku menyampaikan saya mesti keluar serta mengetuk pintu tempat tinggal itu saja.

Saya buka pintu mobil, jalan lewat taman di depan tempat tinggalnya. “Taman yang cukup terawat”, fikirku. Saya mulai mengetuk pintu tempat tinggalnya. Terdengar suatu nada, “ Cuma satu menit lagi.. tunggulah sebentar ya”. Suaranya lemah, kayaknya telah berumur senja. Lalu saya dengar langkah kaki serta suatu hal yang diseret menuju ke pintu tempat saya berdiri.

Tidak lama pintu terbuka. Seseorang wanita tua berdiri di depanku. Dia kenakan pakaian berwarna ungu serta kerudung berwarna sama yang diperlukan diatass kepalanya. Saya menebak umurnya bisa saja kurang lebih 70 an th.. Di sebelahnya ada suatu koper kecil yang tadi terdengar diseret. Tidak ada orang lain dirumah itu. Bahkan juga saya cermati semuanya perabotan di sana telah kosong. Tampak sebagian dus sisa serta meja kecil yang ditutup koran. Sepertinya pemiliknya bakal meninggalkan tempat tinggal itu dalam periode waktu lama atau bahkan juga tidak mau kembali ke sana.

“Apakah Anda dapat membawa koper saya ke mobil? " dia ajukan pertanyaan.

Saya mengangguk selanjutnya mengambil koper serta memasukannya dalam bagasi taksi, selanjutnya kembali untuk menolong wanita itu. Dia memegang lenganku serta kami jalan perlahan-lahan menuju pinggir jalan tempat saya memarkirkan kendaraanku.
Wanita tua itu berterima kasih kepadaku lantaran ingin memegangnya waktu menuju taksi tadi.

 " Tidak kenapa Bu... itu telah semestinya saya jalankan. Saya jadi teringat Ibu saya sendiri. Saya suka seandainya Ibu saya diperlakukan dengan baik oleh orang lain. Jadi telah semestinya saya juga laksanakan hal yang sama pada Ibu”.

'Oh, Anda kayaknya anak yang baik ya”, tuturnya.

Saya cuma tersenyum. Ketika kami hingga didalam taksi, wanita itu berikan saya suatu alamat serta selanjutnya ajukan pertanyaan, " Dapatkah Anda berkendara lewat pusat kota? "

 " Pusat kota? Tidakkah itu jadi jadi lebih jauh bila ingin ke alamat ini Bu?, " jawabku cepat.

'Oh, saya tak keberatan. Saya tak tergesa-gesa. Saya tengah dalam perjalanan ke panti jompo Nak”.

Saya memandang di kaca spion. Matanya berkilauan kayaknya dia menahan tangis. Tampak terang ada rasa sedih terpendam di berwajah.

 " Saya tak mempunyai keluarga lagi Nak.., " lanjutnya dengan nada lembut.

“Suami saya telah wafat, saya tak mempunyai anak. Dokter menyampaikan saya mempunyai penyakit serius. Jika sendirian dirumah, dokter cemas berlangsung apa-apa dengan saya. Jadi dokter merekomendasikan supaya sisa hidup saya ini di habiskan di panti jompo saja Nak. "

Saya diam-diam mengulurkan tangan serta mematikan argometer.

“ Ibu menginginkan lewat jalan apa? Agar saya antar berjalan-jalan dengan taksi saya ini”.

Ibu itu juga selanjutnya memohonku untuk melalui jalan di kota yang cukup ramai Beliau tunjukkan gedung tempat dia pernah bekerja sebagai seseorang sekretaris.

Kami melaju lewat suatu perumahan, dimana ia serta suaminya pernah tinggal disaat masihlah pengantin baru. Lalu beliau juga memohonku untuk berhenti di depan suatu gudang furniture yang pernah jadi ballroom gedung kesenian tempat dimana dia jadi penari waktu masihlah gadis.

Kadang-kadang dia memohonku untuk memperlambat di depan suatu bangunan spesifik atau berhenti di suatu pojok jalan. Kemudian dia keluar dari mobil. Dia duduk di situ, memandang ke seputar. Kadang-kadang dia menyentuh tembok, atau benda yang ada di sana. Pandangannya tunjukkan rona rasa sedih tetapi tak menyampaikan apa-apa.

Tanpa ada merasa matahari telah mulai meninggalkan cakrawala. Hari telah bertukar gelap. Dia mendadak berkata, " Saya capek. Mari pergi sekarang'.

Kami melaju dalam keheningan ke alamat yang sudah dia berikanlah padaku. Sesampainya di sana, saya memandang Itu yaitu suatu bangunan, seperti tempat tinggal peristirahatan kecil. Seputarnya penuh dengan tanaman hias bermacam warna. Suasananya sejuk. Begitu pas untuk menentramkan diri. Ada kolam ikan di dekat jalan menuju pintu masuk. Sebagian kandang burung ada juga di sana. Menaikkan semarak keadaan kurang lebih tempat tinggal itu.

Ada dua orang perempuan berbaju perawat yang keluar dari tempat tinggal kecil itu. Mereka membawa suatu kursi roda. Terihat garis kekhawatiran di muka perawat itu. Mungkin mereka telah mengharapan wanita itu sejak dari siang tadi.

Saya buka bagasi, mengambil koper kecil serta membawanya menuju pintu masuk. Wanita itu telah duduk di kursi roda.

'Berapa yang perlu saya bayar untuk biaya taksinya nak? ' Dia ajukan pertanyaan, sembari merogoh tasnya.

 " Gak usah Bu, " kataku.

 " Wah nggak bisa demikian, Anda kan mencari nafkah, " jawabnya.

“Insya Allah bakal ada penumpang lain ". Saya menjawab meyakini.

Tanpa ada memikirkan panjang, saya membungkuk serta memeluknya di kursi roda. Dia balas memelukku serta memegang erat-erat tanganku.

 " Nak... Anda telah memberi seseorang wanita tua ini suatu keceriaan yang tidak ada tara. Anda telah memberi perjalanan paling akhir yang menggembirakan buat saya kenang. Terima kasih untuk semuanya kebaikkanmu ya Nak”.

Saya meremas tangannya, serta selanjutnya jalan dalam sinar malam yang redup.. Di belakangku terdengar pintu tutup. Rasa-rasanya pilu, dingin serta menyeramkan. Seperti tertutupnya satu buah harapan dalam kehidupan.

Saya tak mengambil lagi penumpang di jalan meskipun terdapat banyak yang memohon taksiku berhenti. Saya pergi tanpa ada maksud, melamun. Sepanjang sisa hari itu, saya nyaris tak dapat bicara.

Fikiranku melayang pertama kalinya berjumpa dengan wanita tua itu. Bagaimana seandainya bukan hanya saya sopir taksi yang menjemputnya. Bagaimana seandainya sopir taksi yang menjemputnya itu tak keluar dari mobil serta cuma geram-marah sembari klakson berulang-kali untuk memberitahukan kalau taksi telah datang? Bagaimana seandainya sopir taksi itu tidak ingin mengantarnya berjalan-jalan sepanjang hari? Walau sebenarnya di jalan banyak penumpang yang bakal memanfaatkan layanan taksinya.

Saya selanjutnya hingga pada suatu ikhtisar, kalau saya sudah laksanakan suatu hal yang benar terkecuali mencari duwit di jalanan dengan taksiku ini. Tidakkah hidup seperti roda yang berputar? Bagaimana seandainya wanita tua itu yaitu Ibuku sendiri? Bagaimana seandainya wanita tua itu yaitu istriku sendiri? Bagaimana seandainya wanita tua itu yaitu anakku sendiri.

Sesudah Sebagian Minggu Saya kembali Ke sana... Ibu Itu Sudah Tidak ada,..
😭 😭 😭

Pesan :
Sebuah aksi kecil mungkin saja adalah suatu hal besar untuk orang lain. Anda bisa saja akan tidak mengingat apa yang sudah Anda jalankan untuk orang lain. Tetapi orang lain bakal senantiasa mengingat apa yang sudah Anda perbuat makanya bikin hidupnya jadi lebih artinya. Maka teruslah berikan fungsi untuk orang lain serta jalankan dengan sepenuh hati. Sebab hati tak pernah berbohong. Dia paham mana yang perlu Anda jalankan atau Anda tinggalkan.
Tidak semuanya kebaikan senantiasa menginginkan imbalan.
Namun jalankan kebaikan disekitar kita dengan penuh ke ikhlasan.....

PERJALANAN TERAKHIR SANG IBU Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar