Siang itu hari Jumat, cuaca Jakarta seperti umumnya menyengat sampai merasa di ubun-ubun. Saya mengantarkan rekan kos saya ke satu service center produsen elektronik dari Jepang di lokasi Jalan Gunung Sahari. Perjalanan diawali sekitaran jam 1/2 dua. Pergi dari Bintaro dengan mengendarai sepeda motor utang. Sepeda motor itu yaitu sepeda motor yang barusan di kirim dari Klaten sebagian minggu waktu lalu. Sudah pasti dengan plat AD yang juga adalah plat untuk daerah Solo.
Selama perjalanan dari Bintaro ke Gunung Sahari mengonsumsi saat lebih kurang satu 1/2 jam. Jalanan ibukota sepeerti umum senantiasa macet di sebagian ruas jalan. Mungkin saja itu yang mengakibatkan kami cukup lama untuk hingga ke Gunung Sahari, ke tempat service center kamera yang sedianya bakal kami ambillah siang itu. Kamera itu sudah sekian hari bermalam di service center itu serta pastinya sudah memperoleh perawatan supaya bisa kembali pulih seperti yang lalu.
Di Jalan Gunung Sahari, kami kembali terjerat macet. Satu kendaraan motor lain turut berhenti di samping kanan kami. Ingindaranya yaitu seseorang lelaki dengan jaket tidak tipis serta helm yang tetutup rapat. Sesaat di belakangnya, seseorang wanita yang berumur duapuluh lima tahunan membonceng dengan tenang serta melirik ke arah kami. Awal mulanya kami tidak mempedulikan mereka, sampai si wanita yang membonceng di belakang tadi ajukan pertanyaan pada kami.
”Solo-nya mana? ”
Wanita itu mendadak ajukan pertanyaan pada kami. Terang saja kami bengong. Kami memandang wanita itu dengan heran. Kami balik ajukan pertanyaan dengan suara bego.
”Heh..? ”
Wanita itu menunjuk ke arah motor kami. Tepatnya ke arah plat motor berwarna hitam itu. Mata kami ikuti ke mana jarinya menunjuk.
”Ini kan motor asal Solo”kata wanita tesebut.
Saya lalu mengerti tujuannya. Saya menjawab asal kendaraan itu yang disebut motor dari Klaten.
”Oo.. dari Klaten, Manisrenggo. ”
”Mmm.. ”
Wanita itu lalu terdiam serta manggut-manggut.
Kendaraan di depan kami melaju. Kami ikuti kendaraan itu serta meninggalkan sepasang ingindara motor tadi. Motor selalu menyusuri Jalan Gunung Sahari. Sesudah berhenti untuk mengambil ATM, kami hingga di gedung service center yang kami maksud itu. Motor kami parkirkan di belakang gedung. Sesudah menempatkan helm serta mengambil ticket parkir, kami masuk gedung serta merampungkan masalah kami di lantai empat. Sesudah usai, kami turun serta shalat berjamaah Ashr di mushala sempit di lantai dua. Selesai shalat kami selekasnya menuju parkir untuk mengambil motor.
Sebagai langkah mencegah supaya tak tersesat, kami ajukan pertanyaan jalan menuju Bintaro melalui Blok M pada petugas parkir. Di situ ada pula sebagian orang yang tengah istirahat yang menolong kami tunjukkan jalan menuju Monas. Seseorang ayah mendadak nyeletuk sesudah lihat motor kami. Beliau menyindir kami yang menurut kami memanglah sesuai sama buat kami yang disebut mahasiswa yang tidak sering keliling kota Jakarta.
”Oo.. pantes, cah Solo tidak tau jalan di Jakarta! Solo-nya dimana, Mas? ”
Sekali lagi saya lihat ke arah plat motor utang itu.
”Ini dari Klaten, Pak. Ayah dari sana juga? ”
”Ya, wetane Klaten. ”
Perbincangan kami setelah itu dengan bhs Jawa supaya lebih akrab. Sesudah berbasa-basi, kami meninggalkan areal perkir itu dengan tak lupa mengatakan terimakasih.
”Terimakasih, Pak. Matur nuwun. ”
***
Jati diri. Demikianlah sebutan untuk membedakan kita dengan orang lain. Tiap-tiap orang pasti mempunyai kartu jati diri sebagai pembeda pada orang yang satu dengan yang lain. Mungkin nama seorang sama. Namun tentu pada diri ke-2 orang itu ada ketidaksamaan. Serta yang paling terang terlihat yaitu berwajah. Sedang yang sedikit susah memeriksanya yaitu sidik jarinya. Tiap-tiap orang mempunyai sidik jari yang disebut jati dirinya yg tidak dapat dipalsukan.
Serta demikianlah dengan kita sebagai umat muslim. Kita mempunyai jati diri yg tidak dipunyai oleh umat lain. Yang paling membedakan yaitu keimanan di hati kita. Akan tidak ada satu agama juga didunia ini yang bakal menyamakan keimanan kita sebagai seseorang muslim. Keimanan kita didalam hati yaitu sebagai inginal kita di akhirat kelak, atau minimum didunia. Ia yang bakal membedakan kita dengan orang kafir serta musyrik. Jati diri keimanan yaitu jaminan untuk kita agar bisa nikmati sejuknya surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Ya, meskipun jati diri kita itu samar. Meskipun keimanan kita cuma sebesar atom.
Saat seorang menggunakan jati diri orang lain. Jadi pandangan sekitaran bakal menganggapnya sebagai sisi dari jati diri itu. Hal semacam ini dapat dibuktikan saat saya mengendarai motor dengan plat AD. Beberapa orang menganggap kalau saya yaitu orang Solo. Walau sebenarnya saya yaitu orang Yogyakarta.
Umpamanya, kita berteman dengan seorang yang bernama Christine. Jadi tanpa ada ajukan pertanyaan kepadanya terlebih dulu kita telah mengambil rangkuman kalau dia yaitu seseorang Nashrani. Pastinya bila dia tak menggunakan aksesories yang tunjukkan kalau dia yaitu penganut agama spesifik. Dari nama saja kita dapat mengambil rangkuman seperti ini. Walau sebenarnya kita sekalipun tidak paham mengenai keimanan seorang. Serta demikian sebaliknya, apabila kita berteman dengan seorang yang bernama Ahmad jadi rangkuman kita yaitu kalau dia yaitu seseorang muslim.
Atau umpamanya dari baju yang dipakai. Seorang yang gunakan sarung mungkin saja seratus % dikira muslim. Serta seorang yang gunakan jilbab mungkin saja dipercaya sebagai muslim tulen. Berikut jati diri. Satu pembeda dengan yang lain.
”... Siapa saja mirip satu kaummaka ia yaitu sisi dari mereka... ” (HR Ahmad serta Abu Dawud).
Ada satu narasi lain dari seseorang ustadz yang baru usai isi ceramah di satu tempat. Saat pulang, dengan baju yang tunjukkan keIslamannya, pakaian koko, sarung, serta peci, beliau singgah di satu warung tongseng di tepi jalan. Dengan tenang beliau masuk ke warung itu. Lantaran kepolosannya, beliau tak sadar kalau warung tongseng itu cuma jual tongseng daging anjing. Saat masuk ke warung itu, pemiliknya kaget. Serta saat sang ustadz pesan menunya, dengan malu-malu serta sopan, yang yang memiliki warung menginformasikan kalau ustadz itu salah masuk warung. Sudah pasti sang ustadz bingung. Yang memiliki warung menginformasikan kalau warungnya cuma jual tongseng ”jamu”. Sang ustadz beristighfar sekalian bersukur lantaran terlepas dari makanan yang haram.
Baca juga : Ngabuburit-bermanfaatkan
Berikut satu diantara kehebatan dari jati diri kemusliman. Dapat menyelamatkan kita dari perbuatan-perbuatan maksiat. Subhanallah.
Ada yang menyampaikan kalau iman itu yang utama di hati. Memanglah benar kalau iman ada di hati. Namun iman mesti direfleksikan dalam perbuatan serta sikap kita. Tersebut mengapa rasulullah memerintahkan kita supaya tidak sama dengan beberapa orang musyrik. Umpamanya pelihara jenggot. Serta lakukan sunah-sunah beliau pastinya.
Sayyid Quthb menyampaikan dibalik ketidaksamaan zhahir senantiasa ada perasaan batin yang membedakan satu rencanasi lain, system kehidupan dengan system kehidupan lain, serta ciri khas satu grup manusia dengan grup yang lain. Ini bukanlah fanatisme tanpa ada arti, namun adalah pandangan yang mendalam pada apa yang ada dibalik bentuk lahiriah itu.
Ibnu Taimiyah menyebutkan kalau tiap-tiap orang kafir bakal senang bila tata cara serta seleranya diikuti. Mereka bakal bangga. Serta kebanggaan itu terbawa dalam pola fikir, rencana hidup, serta langkah pandangnya pada suatu hal. Berikut yang kerap kita sebut dengan gazwul fikri, perang pamikiran. Lewat cara yang begitu halus, orang kafir menginginkan merubah pemikiran kita. Serta hal semacam ini diawali dengan merubah tampilan, jati diri, keIslaman. Kemudian dengan cara perlahan-lahan bakal merubah pemikiran kita.
Rasul Shallallahu ‘alayhi wa Salam bersabda : “Kamu pastinya akan ikuti jejak-jejak orang sebelumnya anda, sejengkal untuk sejengkal, serta selengan untuk selengan, sampai mereka masuk kedalam lubang Dhabb tentu kalian tetaplah ikuti mereka. Kami ajukan pertanyaan : “Wahai Rasul Allah, Yahudi serta Nasrani? Beliau menjawab : “Lalu siapa lagi (bila bukanlah mereka)?! (HR Bukhari serta Muslim)
Serta marilah sekali lagi kita berkaca pada diri kita sendiri. Adakah jati diri kita sebagai seseorang muslim? Atau jadi jati diri yang ada pada diri kita yaitu jati diri kejahiliyahan serta kekafiran?
Perlihatkan kalau kita yaitu MUSLIM!
0 komentar:
Posting Komentar